BETAWI

Betawi? pasti kalian sudah tidak asing lagi dengan kata Betawi, baik dari daerahnya, keseniannya ataupun makanan khasnya. Seperti yang kalian ketahui bahwa suku Betawi adalah penduduk Indonesia yang bertempat tinggal di Jakarta, tapi apakah kalian tau bahwa suku Betawi mendapatkan banyak pengaruh dari suku lain baik dari bahasa yang digunakan, pakaian adat dan lain lainnya? Yuk kita bahas kebudayaan Betawi lebih dalam lagi.
Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Bali, Bugis, Makassar dan Ambon, serta suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa dan Eropa.
Jika kalian mendengar kata Betawi pasti kalian teringat dengan ‘Ondel-Ondel’ yang telah menjadi ikon kota Jakarta. Ondel-ondel adalah bentuk pertunjukan rakyatBetawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 meter dengan diameter ± 80 cm, dibuat dari anyaman bambu yang disiapkan sedemikian rupa sehingga mudah dipikul dari dalamnya. Bagian wajah berupa topengatau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-lakibiasanya dicat dengan warna merah dan menggunakan kostum berwarna gelap, sedangkan yang perempuan dicat dengan warna putih dan menggunakan kostum berwarna terang.
  • BAHASA
Bahasa Betawi adalah anak dari bahasa melayu yang ditambah dengan unsur-unsur bahasa SundaBali, Cina Selatan (terutama bahasa Hokkian), Arab, serta bahasa dari Eropa, terutama Belanda dan Portugis. Karena berkembang secara alami, tidak ada struktur baku yang jelas dari bahasa ini yang membedakannya dengan bahasa Melayu, meskipun ada beberapa unsur linguistik penciri yang dapat dipakai, misalnya dari peluruhan awalan me-, penggunaan akhiran –in (pengaruh bahasa Bali), serta peralihan bunyi /a/ terbuka di akhir kata menjadi /e/ atau /ɛ/ pada beberapa dialek lokal. Seperti contohnya: gimane (bagaimana), siape/sape (siapa), engkong (kakek), Nyai (nenek), bupet (laci), ponten (nilai).
  • PAKAIAN ADAT
Dalam adat Betawi dikenal beberapa jenis model pakaian adat yang banyak mendapatkan pengaruh dari kebudayaan atau adat lainnya seperti budaya Arab, China dan Melayu. Berbagai pengaruh tersebut dapat dijumpai pada pakaian pengantin dan pakaian keseharian masyarakat Betawi.
1. Pakaian Keseharian
Pakaian-Adat-Betawi-002
Pakaian adat yang digunakan oleh pria Betawi dalam kegiatan sehari-hari yaitu berupa baju koko berwarna polos atau disebut juga sadariah yang dipadukan dengan celana kolor panjang bermotif batik dan sebagai pelengkap ditambahkan pula penggunaan kain pelekat berupa sarung atau selendang yang diselempangkan di pundak, serta peci warna hitam dari bahan beludru.
Sedangkan wanita Betawi mengPakaian-Adat-Betawi-003.jpggunakan baju kurung dengan warna mencolok yang dipadukan kain sarung batik bercorak geometri dengan warna-warna yang cerah. Sebagai pelengkap ditambahkan pula penggunaan tutup kepala berupa kerudung atau selendang dengan warna senada sesuai baju yang dikenakan.
2. Pakaian Pengantin
Pakaian-Adat-Betawi-005
Pakaian pengantin adat Betawi sangat kental pembauran budaya Tionghoa, Arab dan Barat. Busana yang dikenakan oleh pengantin pria dalam adat Betawi disebut dengan ‘Dandanan Care Haji’. Busana ini terdiri dari jubah berwarna cerah yang terbuat dari bahan beludru dengan bagian dalam berupa kain berwarna putih yang halus. Sebagai pelengkap ditambahkan penggunaan tutup kepala dari sorban yang disebut dengan nama Alpie, selendang bermotif benang emas atau manik-manik yang berwarna cerah, serta alas kaki berupa sepatu pantofel agar tampak lebih serasi.
Sedangkan busana yang dikenakan oleh pengantin wanita dalam adat Betawi disebut ‘Dandanan Care None Pengantin Cine’. Busana ini terdiri dari blus bergaya Cina yang terbuat dari bahan satin berwarna cerah yang dipadukan dengan bawahan berupa rok model putri duyung berwarna gelap (hitam atau merah hati) atau disebut dengan nama Kun. Sebagai pelengkap kepala ditambahkan penggunaan sanggul palsu yang dihiasi dengan kembang goyang motif burung hong, bunga melati yang dibentuk roonje dan sisir, serta pemakaian cadar di bagian wajah. Perhiasan lain yang dipergunakan diantaranya berupa kalung lebar, gelang listring, dan hiasan teratai manik-manik yang dikalungkan di bagian dada, serta alas kaki berupa selop dengan model perahu.
  • TARI TRADISIONAL
Betawi memiliki cukup banyak tarian tradisional. Tarian Betawi terbentuk dari proses asimilasi berbagai kebudayaan. Tarian Betawi juga mempunyai ciri khas sendiri, yaitu penggunaan suara musik pengiring yang riang serta gerakan-gerakan tari yang dinamis. Dibawah ini adalah jenis tarian Betawi:
  1. Tari Topeng Betawi
tari_topeng_betawi-810x539.jpg
Tari Topeng Betawi merupakan paduan aspek tari, musik dan teater. Penggunaan topeng dalam tarian ini didasarkan atas kepercayaan dahulu masyarakat Betawi bahwa topeng mempunyai kekuatan magis yang dapat menolak bala, bahkan menghilangkan rasa duka. Oleh karenanya, Tari Topeng biasanya dipentaskan untuk memeriahkan pesta-pesta penting, misalnya pada acara pernikahan dan khitan. Tari Topeng Betawi lebih bersifat teatrikal dan komunikatif lewat gerakan.
2. Tari Yapong
4._Sama_halnya_dengan_tari_muda-mudi_lainnya,_tari_yapong_juga_menggambarkan_suasana_pergaulan_di_kalangan_muda-mudi_.jpg
Tari Yapong pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977 dalam rangka mempersiapkan acara ulang tahun kota Jakarta ke-450. Tari Yapong telah diciptakan oleh Bagong Kussudiarjo. Tari ini merupakan tari yang gembira dengan gerakan yang dinamis dan eksotis. Dalam gerakan tari Yapong diperlihatkan suasana yang gembira sehingga sering dipentaskan dalam acara-a
cara sambutan. Nama tari ini berasal dari bunyi nyanyian lagunya “ya ya ya ya” dan alunan musik yang berbunyi “pong pong pong”. Sehingga lahirlah nama Yapong.
3. Tari Cokek
cokek.jpg
Tari Cokek adalah salah satu tarian klasik masyarakat Betawi di Jakarta. Tarian khas Betawi ini ditarikan berpasangan dan sangat kental dengan budaya etnik Cina. Kata cokek sendiri berasal dari bahasa Cina (cukin) yang berarti selendang, yang dipakai para penari wanitanya guna menarik pasangannya. Tarian Cokek ini diiringi oleh musik Gambang Kromong dan ciri khasnya adalah goyangan pinggul yang dinamis.
4. Tari Lenggang Nyai
Tari-lenggang-nyai-foto.okezone.com_.jpg
Tari Lenggang Nyai juga sering disebut sebagai tari Lenggang Betawi. Tarian ini telah diciptakan oleh Wiwik Widiastuti pada tahun 1998 hingga tarian ini bisa dianggap masih baru. Tarian ini didasarkan pada cerita rakyat setempat, yakni tentang Nyai Dasimah yang telah berhasil keluar dari perkawinan yang merenggut kebebasannya. Seperti Tari Cekok, Tari Lenggang Nyai juga banyak dipengaruhi oleh budaya Cina. Sekelompok gadis belia berjumlah 4 atau sampai 6 orang biasanya yang membawakan tarian ini dan sering dipentaskan pada acara-acara resmi penyambutan tamu penting atau pernikahan.
5. Tari Japin
zapin
Tarian ini merupakan adaptasi dari Tari Zapin yang dipengaruhi oleh budaya Arab dan Melayu. Konon, pengubahan kata zapin menjadi japin dikarenakan kebiasaan masyarakat Betawi menyebut kata Z dengan huruf J. Tari Japin diiringi oleh musik dan lagu Betawi, yang terdiri dari alat musik gambus dan marwas. Keunikan Tari Japin Betawi ini dilihat dari kelincahan para penarinya yang melompat-lompat dan biasanya ditarikan secara berpasangan.
  • ALAT MUSIK
Masyarakat Betawi sangat mencintai seni musik, hal ini dapat dilhat dari keberagaman musik yang berkembang di daerah ini seperti musik tanjidor, marawis, keroncong dan gambus.
  1. Tanjidor
Tanjidor merupakan salah satu musik Betawi yang mendapat pengaruh kuat dari musik Eropa. Tanjidor bisa dikatakan sejenis orkes rakyat Betawi karena selain menggunakan alat-alat berat, alat-alatnyapun dibuat dari barang bekas yang sudah usang. Alat musik yang dimainkan dalam tanjidor kebanyakan adalah alat musik tiup diantaranya adalah clarinet, piston, trombone, terompet dan lain sebagainya.
2. Marawis
marawis.jpeg
Marawis adalah salah satu jenis band tepok dengan perkusi sebagai alat musik utamanya. Nama Marawis diambil dari nama alat yang dipergunakan dalam kesenian ini. Lagu-lagu dalam musik marawis biasanya berirama gambus dan padang pasir. Lagu yang dinyanyikan diiringi oleh jenis pukulan tertentu seperti zapin, sarah dan zahefah. Pukulan Zapin untuk mengiringi lagu-lagu gembira. Pukulan Sarah dipakai untuk mengarak penganten dan Zahefah mengiringi lagu-lagu di Majelis. Pemain musik ini biasanya terdiri dari 10 orang.
3. Keroncong
Keroncong-Tugu-14.jpg
Kesenian musik keroncong pada awalnya diperkenalkan oleh bangsa Portugis. Masyarakat Betawi memiliki keroncong Tugu dan keroncong Kemayoran. Musik Keroncong Kemayoran dimainkan untuk memeriahkan pesta. Alat musik Keroncong Kemayoran berupa biola, keroncong, melodi, ukulele, gitar, bass, rebana, seruling dan cello.
4. Gambus
gambus
Gambus merupakan seni musik yang bercorak Islami. Musik Gambus biasa ditampilkan dalam berbagai acara, dari pesta perkawinan hingga acara adat.Peralatan musik Gambus bervariasi, namun yang baku pada umumnya terdiri dari gambus, biola, dumbuk, suling, organ, accordion dan marawis. Selain sebagai musik mandiri, musik Gambus dipergunakan pula untuk mengiringi tarian Japin yang biasa ditarikan oleh pria berpasang-pasangan.
  • MAKANAN & MINUMAN KHAS BETAWI
-Makanan
Makanan Khas Betawi dipengaruhi oleh budaya Cina, Eropa, dan Arab. Citarasa gurih dan sedap merupakan ciri khas makanan Betawi. Sebenarnya, Betawi memiliki banyak makanan khas yang lezat. Namun, seiring perkembangan pesat kota Metropolitan Jakarta yang sekaligus ibukota negara Indonesia ini, Makanan Khas Betawi sudah banyak yang langka bahkan nyaris punah. Dibawah ini adalah beberapa makanan khas Betawi:
  1. Asinan Betawi
  2. Soto Betawi
  3. Ayam sampyok
    Hidangan mewah asal betawi dengan sentuhan cita rasa cina yang menyelimuti daging ayam.
  1. Sayur babanci
    Salah satu kuliner ikonik khas Betawi yang kini mulai langka. Kelangkaan ini disebabkan karena bahan dan rempah-rempah untuk membuat sayur ini sudah sulit ditemukan di Jakarta, sehingga masyarakat Betawi hanya menyajikan sayur ini saat hari-hari besar keagamaan seperti Idul Adha dan Idul Fitri. Dinamakan Sayur Babanci karena sayur ini tidak jelas jenisnya, bahkan tidak bisa dikategorikan sebagai sayur karena tidak ada campuran sayur.
  2. Soto tangkar
    Makanan khas yang satu ini lahir pada masa penjajahan Belanda. Pada saat itu, orang Betawi hanya mampu membeli iga sapi yang sedikit dagingnya (tangkar). Kemudian, orang Betawi menyulapnya menjadi soto yang enak. Kini, soto tangkar ditambah dengan daging dan jeroan. Soto tangkar berkuah santan tetapi rasanya tidak terlalu ‘berat’.
  1. Bandeng pesmol
  2. Nasi ulam
    Nasi ulam merupakan makanan khas Betawi yang mendapat pengaruh dari budaya kuliner Cina. Nasi ulam biasanya memakai nasi pera yang disiram dengan semur kentang/ semur tahu/ semur telur. Nasi ulam juga ditambah dengan cumi asin goreng, bihun goreng, telur dadar iris, dan perkedel kentang. Nasi ulam bertambah nikmat dengan tambahan daun kemangi, sambal, bawang goreng, dan taburan kacang tanah tumbuk.
  1. Nasi Kebuli
-Minuman
  1. Bir Pletok
    Minuman penyegar yang dibuat dari campuran beberapa rempah, yaitu jahe,daun pandan wangi, dan serai. Agar warnanya lebih menarik, orang Betawi biasanya menggunakan tambahan kayusecang, yang akan memberikan warna merah bila diseduh dengan air panas. Walaupun mengandung kata bir, bir pletok tidak mengandung alkohol. Minuman ini berkhasiat untuk memperlancar edaran darah. Masyarakat Betawi banyak mengonsumsinya pada malam hari sebagai penghangat.
  1. Es goyang
  2. Es selendang mayang
    Minuman ini sekarang jarang ditemukan karena dikalangan masyarakat Betawisendiri minuman ini dianggap minuman kuno. Di acara-acara tertentu sepertiLebaran Betawi, minuman ini disajikan dan sering disertai dengan label “minuman Betawi jadul”. Selain menyegarkan, minuman ini dapat mengurangi rasa lapar karena dibuat dengan bahan dasar tepung beras. Beberapa penjual di kota tua membuat minuman ini dengan bahan dasar tepung hunkwe dengan alasan lebih mudah dan efisien.
-Kue/Makan ringan
  1. Kue cucur
    Di daerah Jakarta (Betawi) makanan ini termasuk makanan adat, artinya pada upacara-upacara adat budaya Betawi, cucur wajib dihidangkan. Rasanya manis, gurih, empuk di tengah dan renyah di bagian pinggirnya. Cara membuat kue ini cukup di goreng.
  1. Kue talam
  2. Kerak telor
    Kerak telor merupakan makanan khas Betawi yang sangat terkenal terutama pada saat acara Pekan Raya Jakarta. Kerak telor hampir mirip dengan martabak, perbedaanya terletak pada isi dan cara memuatnya. Isi kerak telor adalah ketan dan ubi. Cara memasak kerak telor, yaitu dengan dipanaskan di atas tungku arang.
  1. Kue kembang goyang
    Nama kembang goyang berasal dari bentuknya yang menyerupai kelopak bunga atau kembang dan proses membuatnya digoyang-goyang hingga adonan terlepas dari cetakan.
  1. Putu Mayang
    kue tradisional Betawi yang dibuat dari tepung kanji atau tepung beras, santan kelapa, dan gula merah. Memakan kue ini dapat dilakukan dengan menyiram gula merah dan santan, atau memberi tambahan sedikit taburan kelapa pada gula putu mayang tersebut.
  1. Sagon
  2. Kue ape
  3. Kue dongkal
    Dongkal terbuat dari beras yang ditumbuk halus hingga menghasilkan tepung. Kemudian tepung beras yang telah halus diisikan gula aren dan dikukus. Dongkal biasanya disajikan diatas daun pisang dan ditaburi parutan kelapa diatasnya.
  1. Dodol Betawi
  2. Roti buaya
    Hidangan Betawi berupa roti manis berbentuk buaya. Roti buaya senantiasa hadir dalam upacara pernikahan dan kenduri tradisional Betawi.
  1. Sengkulun
    Kue mirip kue keranjang dengan permukaan berbintil kasar, tekstur lunak, kenyal, dan lembut. Kue ini dibuat dengan bahan baku utama tepung ketan. Penggunaan gula merah membuatnya berwarna coklat, walaupun ada juga variasi pewarna lain di berbagai daerah. Santan kental menambahkan rasa gurih.
Dengan semakin besarnya jumlah orang yang masuk Indonesia sejak kemerdekaan, masyarakat asli Betawipun terdorong ke area terpencil, kebanyakan ke Jakarta Barat dan Selatan.
Di atas lahan seluas 289 hektar di Setu Babakan dibangun perkampungan Budaya Betawi, dimana masyarakat dapat berkunjung dan berjalan-jalan di tempat yang mempertahankan gaya Betawi, baik dari arsitekturnya maupun tata letaknya.
Setu-Babakan1_0.jpg
Setiap bulan Juli, Festival Budaya Betawi berlangsung di tempat ini, yaitu seperti upacara perkawinan, pesta sunatan, ritual nujuh bulanan kehamilan dan lainnya. Para pengunjung juga dapat memancing ikan dan menikmati berbagai makanan khas setempat di pondok-pondok yang menjual makanan maupun restoran.

BANTEN

Potret Budaya Banten Dulu, Kini, dan Nanti

Untuk memperoleh sasaran deskripsi yang mengena, baik kiranya dalam melihat kebudayaan Banten dimulai dari sejarah terbentuknya Banten. Ini dimaksudkan untuk mempermudah mendefinisikan waktu, dulu, kini, dan nanti. Dari kapan dimulainya Dulu, tentu berkenaan dengan sejarah. Dalam tinjauan sejarah mungkin ada perbedaan pendapat mengenai kapan Banten itu dimulai. Tetapi ada satu hal, melihat kebudayaan Banten boleh jadi dari dimulainya masa Kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin (1552). Alasannya, pada waktu itulah terjadi peristiwa kultural yang besar dan radikal sebagai akibat dari kekuasaan Sultan yang Islam.
Berdasarkan pandangan tersebut, cukup beralasan jika kita, bukan saja ada alasan untuk menyatakan bahwa Banten itu ada secara kultural, tetapi juga mempermudah pemotretan. Indikator yang dapat ditampilkan adalah, tradisi kerajaan yang didominasi oleh Islam dan Jawa menjadi sentral kebudayaan (Banten). Misalnya penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa resmi keraton yang tentu saja “memaksa” masyarakat dan rakyat Banten memahami dan memakainya, sementara bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Demikian pula bisa diidentifikasi dan diukur dari aspek-aspek ang lain yang merupakan unsur-unsur kebudayaan, termasuk simbol-simbol yang diciptakan dan dititinggalkan.

Kebudayaan Banten
Banyak para ahli mendefinisikan kebudayaan yang secara redaksional dan mungkin substansial berbeda satu sama lain. Kaitan dengan upaya agar mudah melihat kebudayaan Banten, konsep kebudayaan yang kiranya sederhana ialah yang dikemukakan oleh Dr. Koentjaaningrat. Ia menyatakan bahwa kebudayaan ialah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Definisi ini menunjukkan dengan jelas bahwa kebudayaan itu meliputi dimensi gagasan (sebagai aspek ideal yang tidak terlihat), dimensi perbuatan (tindakan) (sebagai aspek faktual yang dapat dilihat), dan dimensi hasil karya (sebagai aspek fisik yang dapat dilihat dan diamati berulang kali).
Dari ketiga dimensi tersebut yang bisa dikenali secara langsung adalah kebudayaan pada dimensi fisik dan perbuatan (kelakuan). Kemudian diperlukan juga kejelasan pada unsur apa dua dimensi tersebut diamati. Yang paling mungkin ialah pada unsur-unsur kebudayaan yang menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur, yaitu:

1. Bahasa
2. Sistem Pengetahuan
3. Organisasi Sosial
4. Sistem Religi
5. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
6. Sistem Mata Pencaharian Hidup
7. Kesenian
Banten sebagai komunitas kultural sebagaimana dinyatakan di atas, tentu dengan kebudayaannya itu dapat diamati (dipotret) melalui unsur-unsur kebudayaannya, khususnya melalui dan pada dimensi fisik atau kelakuan (perbuatan). Unsur-unsur kebudayaan tersebut memang ada pada kebudayaan Banten yang berarti bahwa Banten sebagai komunitas kultural adalah benar. Pengamatan untuk ini dilakukan dengan melihat sisi-sisi tradisi dan sisa-sisa peninggalan fisik (artefak) di Banten yang secara simbolik dapat diinterpretasi. Apalagi sisa-sisa tradisi dan sisa-sisa peninggalan fisik itu menurut Ambari, sarat dengan ciri dan pengaruh Islam.

Budaya Banten dan Perubahan-perubahannya
Melalui unsur-unsur kebudayaan, kiranya dapat digambarkan keberadaan Banten dari masa pertama dan perkembangannya kini. Secara deskriptif dapat dikemukakan sbb:
Bahasa. Sebelum kedatangan Syarif Hidayatullah di Banten bahasa penduduk yang pusat kekuasaan politiknya di Banten Girang, adalah bahasa Sunda. Sedangkan bahasa Jawa, dibawa oleh Syarif Hidayatullah, kemudian oleh puteranya, Hasanuddin, berbarengan dengan penyebaran agama Islam. Dalam kontak budaya yang terjadi, bahasa Sunda dan bahasa Jawa itu saling mempengaruhi yang pada gilirannya membentuk bahasa Jawa dengan dialek tersendiri dan bahasa Sunda juga dengan dialeknya sendiri. Artinya, bahasa Jawa lepas dari induknya (Demak, Solo, dan Yogya) dan bahasa Sunda juga terputus dengan pengembangannya di Priangan sehingga membentuk bahasa sunda dengan dialeknya sendiri pula; kita lihat misalnya di daerah-daerah Tangerang, Carenang, Cikande, dan lain-lain, selain di Banten bagian Selatan.
Bahasa Jawa yang pada permulaan abad ke-17 mulai tumbuh dan berkembang di Banten, bahkan menjadi bahasa resmi keraton termasuk pada pusat-pusat pemerintahan di daerah-daerah. Sesungguhnya pengaruh keraton itulah yang telah menyebabkan bahasa Jawa dapat berkembang dengan pesat di daerah Banten Utara. Dengan demikian lambat laun pengaruh keraton telah membentuk masyarakat berbahasa Jawa. Pada akhirnya, bahasa Jawa Banten tetap berkembang meskipun keraton tiada lagi.
Bahasa Jawa dimaksud dalam pengungakapannya menggunakan tulisan Arab (Pegon)  seperti kita temukan pada manuskript, babad, dan dokumen-dokumen tertentu. Penggunaan huruf Arab (Pegon) didorong oleh dan disebabkan karena:
Penggunaan aksara lama terdesak oleh huruf Arab setelah Islamisasi.
Huruf Arab menjadi sarana komunikasi kaum maju, sedangkan aksara menjadi alat komunikasi kaum elit/lama/feodal, ditambah pihak kolonial yang mengutamakan aksara Ijawa). Kaum maju tersebut adalah masyarakat pemberontak, atau setidak-tidaknya tidak setuju dengan adanya penguasaan asing sehingga huruf Arab dipergunakan sebagai sarana lebih aman dan juga rahasia.
Di lain pihak, terutama kaum lama, penggunan huruf Pegon memberikan corak Islam dalam tulisan yang tidak selalu bersifat Islam, sehingga lebih aman beredar/mengisi permintaan rakyat.

Untuk mempermudah kajian dan penelitian isi, terutama masalah-masalah hukum, huruf Arab lalu disalin ke dalam tulisan (huruf) latin sebelum kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa lain, terutama Belanda. Bahasa Jawa dengan tulisan latin itu merupakan perkembangan kemudian karena pada aslinya menggunakan tulisan Arab. Demikian pula perkembangan perbendaharaan kata dipengaruhi oleh lingkungan bahasa Sunda, bahasa Arab, dan bahasa lain. Pada jaman penjajahan Belanda, ada juga pengaruh bahasa Belanda yang masuk ke dalam bahasa Jawa, misalnya sekola, yang semula ginau. Pada perkembangan sekarang, bahasa Jawa Banten ternyata juga dipengaruhi oleh bahasa Indonesia; mungkin demikian seterusnya, tetapi bahasa ini akan tetap ada sesuai dengan keberadaan pendukungnya.

Sistem Pengetahuan
Pengetahuan manusia merupakan akumulasi dari tangkapannya terhadap nilai-nilai yang diacu dan dipahami, misalnya agama, kebiasaan, dan aturan-aturan. Pengetahuan manusia tidak berdiri sendiri melainkan berhubungan dengan elemen-elemen lain, dan karena itu maka disebut sistem pengetahuan. Salah satu (sistem) pengetahuan sebagai salah satu unsur kebudayaan Banten adalah misalnya pengetahuan tentang kosmologi (alam semesta). Pada fase perkembangan awal pengetahuan tentang kosmologi orang Banten adalah bahwa alam ini milik Gusti Pangeran yang dititipkan kepada Sultan yang berpangkat Wali setelah Nabi. Karena itu hierarchi Sultan adalah suci.
Gusti Pangeran itu mempunyai kekuatan yang luar biasa yang sebagian kecil dari kekuatannya itu diberikan kepada manusia melalui pendekatan diri. Yang mengetahui formula-formula pendekatan diri untuk memperoleh kekuatan itu adalah para Sultan dan para Wali, karena itu Sultan dan para Wali itu sakti. Kesaktian Sultan dan para wali itu dapat disebarkan kepada keturunan dan kepada siapa saja yang berguru (mengabdi).
Pengetahuan yang berakar pada kosmologi tersebut masih ada sampai kini sehingga teridentifikasi dalam pengetahuan magis. Mungkin dalam perkembangan kelak tidak bisa diprediksi menjadi hilang, bahkan mungkin menjadi alternartif bersama-sama dengan (sistem) pengetahuan yang lain.
Organisasi Sosial
Yang dimaksud dengan organisasi sosial adalah suatu sistem dimana manusia sebagai mahluk sosial berinteraksi. Adanya organisasi sosial itu karena ada ketundukan terhadap pranata sosial yang diartikan oleh Suparlan sebagai seperangkat aturan-aturan yang berkenaan dengan kedudukan dan penggolongan dalam suatu struktur yang mencakup suatu satuan kehidupan sosial, dan mengatur peranan serta berbagai hubungan kedudukan, dan peranan dalam tindakan-tindakan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Di antara bentuk organisasi sosial di Banten adalah stratifikasi sosial. Pada awal di jaman Kesultanan, lapisan atas dalam stratifikasi sosial adalah pada Sultan dan keluarganya/keturunannya sebagai lapisan bangsawan. Kemudian para pejabat kesultanan, dan akhirnya rakyat biasa. Pada perkembangan selanjutnya, hilangnya kesultanan, yang sebagian peranannya beralih pada Kiyai (kaum spiritual), dalam stratifikasi sosial merekalah yang ada pada lapisan atas. Jika peranan itu berpindah kepada kelompok lain, maka berpindah pulalah palisan itu.

Sistem Religi
Yang dimaksud dengan sistem religi adalah hubungan antar elemen-elemen dalam upacara agama. Agama Islam sebagai agama resmi keraton dan keseluruhan wilayah kesultanan, dalam upacara-upacaranya mempunyai sistem sendiri, yang meliputi peralatan upacara, pelaku upacara, dan jalannya upacara. Misalnya dalam upacara Salat, ada peralatan-peralannya dari sejak mesjid, bedug, tongtong, menara, mimbar, mihrab, padasan (pekulen), dan lain-lain. Demikian pula ada pelakunya, dari sejak Imam, makmum, tukang Adzan, berbusana, dan lain-lain; sampai kemudian tata cara upacaranya.
Di jaman kesultanan, Imam sebagai pemimpin upacara Salat itu adalah Sultan sendiri yang pada transformasinya kemudian diserahkan kepada Kadi. Pada perubahan dengan tidak ada sultan, maka upacara agama berpindah kepemimpinannya kepada kiyai. Perkembangan selanjutnya bisa jadi berubah karena transformasi peranan yang terjadi.

Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Kehidupan masyarakat memang memerlukan peralatan dan teknologi. Memperhatikan paralatan hidup dan teknologi dalam kebudayaan Banten, dapat diperoleh informasinya dari peninggalan masa lalu. Salah satu diantaranya misalnya relief, penemuan benda-benda arkeologis, dan catatan-catatan masa lalu. Di jaman kesultanan, kehidupan masyarakat ditandai dengan bertani, berdagang, dan berlayar termasuk nelayan. Dari corak kehidupan ini terlihat bahwa peralatan hidup bagi petani masih terbatas pada alat-alat gali dan lain-lain termasuk pemanfaatan hewan sebagai sumber energi.
Angkutan dan teknologi pelayaran masih memanfaatkan energi angin yang karenanya berkembang pengetahuan ramalan cuaca secara tradisional, misalnya dengan memanfaatkan tanda-tanda alam. Demikian pula teknik pengolahan logam, pembuatan bejana, dan lain-lain, memanfaatkan energi alam dan manusia. Tentu saja aspek (unsur kebudayaan) ini secara struktural mengalami perubahan pada kini dan nanti, meski secara fungsional mungkin tetap.

Sistem Mata Pencaharian Hidup
Gambaran perkembangan mengenai hal ini untuk sejarah manusia, akan tersentuh dengan kehidupan primitif, dari hidup berburu sampai bercocok tanam. Hubungannya dengan kebudayaan Banten, sistem mata pencaharian hidup sebagai salah satu unsur kebudayaan, terlihat dari jaman kesultanan. Mata pencaharian hidup dari hasil bumi menampilkan adanya pertanian. Dalam sistem pertanian itu ada tradisi yang masih nampak, misalnya hubungan antara pemilik tanaman (petani) dan orang-orang yang berhak ikut mengetam dengan pembagian tertentu menurut tradisi.
Dalam nelayan misalnya ada sistem simbiosis antara juragan dan pengikut-pengikutnya dalam usaha payang misalnya. Kedua belah pihak dalam mata pencaharian hidup itu terjalin secara tradisional dalam sistem mata pencaharian. Mungkin pula hubungan itu menjadi hubungan kekerabatan atau hubungan Patron-Clien.
Pada masa kini kemungkinan sistem tersebut sudah berubah, disamping karena perubahan mata pencaharian hidup, juga berubah dalam sistemnya karena penemuan peralatan (teknologi) baru. Demikian pula kemungkinan di masa yang akan datang.
Kesenian
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk menciptakan dan melahirkan hal-hal yang bernilai indah. Ukuran keindahannya tergantung pada kebudayaan setempat, karena kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan. Dari segi macam-macamnya, kesenian itu terdapat banyak macamnya, dari yang bersumber pada keindahan suara dan pandangan sampai pada perasaan, bahkan mungkin menyentuh spiritual.
Ada tanda-tanda kesenian Banten itu merupakan kesenian peninggalan sebelum Islam dan dipadu atau diwarnai dengan agama Islam. Misalnya arsitektur mesjid dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi Iman, Islam, Ihsan, atau Syari’at, tharekat, hakekat. Arsitektur seperti ini berlaku di seluruh masjid di Banten. Kemudian ada kecenderungan berubah menjadi bentuk kubah, dan mungkin pada bentuk apa lagi, tapi yang nampak ada kecenderungan lepas dari simbolisasi agama melainkan pada seni itu sendiri.
Arsitektur rumah adat yang mengandung filosofi kehidupan keluarga, aturan tabu, dan nilai-nilai prifasi, yang dituangkan dalam bentuk ruangan paralel dengan atap panggung Ikan Pe, dan tiang-tiang penyanggah tertentu. Filosofi itu telah berubah menjadi keindahan fisik sehingga arsitekturnya hanya bermakna aestetik.
Mengenai kesenian lain, ada pula yang teridentifikasi kesenian lama (dulu) yang belum berubah, kecuali mungkin kemasannya. Kesenian-kesenian dimaksud ialah:
1. Seni Debus Surosowan
2. Seni Debus Pusaka Banten
3. Seni Rudat
4. Seni Terbang Gede
5. Seni Patingtung
6. Seni Wayang Golek
7. Seni Saman
8. Seni Sulap-Kebatinan
9. Seni Angklung Buhum
10. Seni Beluk
11. Seni Wawacan Syekh
12. Seni Mawalan
13. Seni Kasidahan
14. Seni Gambus
15. Seni Reog
16. Seni Calung
17. Seni Marhaban
18. Seni Dzikir Mulud
19. Seni Terbang Genjring
20. Seni Bendrong Lesung
21. Seni Gacle
22. Seni Buka Pintu
23. Seni Wayang Kulit
24. Seni Tari Wewe
25. Seni Adu Bedug
26. Dan lain-lain
Kesenian-kesenian tersebut masih tetap ada, mungkin belum berubah kecuali kemasan-kemasannya, misalnya pada kesenian kasidah dan gambus. Relevansi kesenian tradisional ini mungkin, jika berkenaan dengan obyek kajian penelitian maka yang diperlukan adalah orsinilitasnya. Tetapi jika untuk kepentingan pariwisata maka perlu kemasan yang menarik tanpa menghilangkan substansinya.
Walaupun mungkin, secara umum kesenian-kesenian tersebut akan tunduk pada hukum perubahan sehubungan dengan pengaruh kebudayaan lain. Mungkin karena tidak diminati yang artinya tidak ada pendukung pada kesenian itu, bisa jadi lama atau tidak, akan punah. Karena itu, mengenai kesenian yang tidak boleh lepas dari nilai-nilai Kebudayaan Banten, bisa jadi atau malah harus ada perubahan kemasan.

Penutup
Banten sebagai komunitas kutural memang mempunyai kebudayaannya sendiri yang ditampilkan lewat unsur-unsur kebudayaan. Dilihat dari unsur-unsur kebudayaan itu, masing-masing unsur berbeda pada tingkat perkembangan dan perubahannya. Karena itu terhadap unsur-unsur yang niscaya harus berkembang dan bertahan, harus didorong pula bagi pendukungnya untuk terus menerus belajar (kulturisasi) dalam pemahaman dan penularan kebudayaan.
Kalau boleh dikatakan, menangkap potret budaya Banten adalah upaya yang harus serius, kalau tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama artinya dengan lenyapnya identitas. Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada identitas lain dengan menyengsarakan identitas semula.


Serang, 10 Nopember 2001
Prof. Dr. H.M.A. Tihami, M.A.